Kerajaan Padjadjaran merupakan salah satu kerajaan terbesar di Tanah Sunda yang pernah berjaya pada abad ke-14 hingga abad ke-16. Terletak di wilayah Jawa Barat sekarang, Padjadjaran mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Sri Baduga Maharaja, yang lebih dikenal dengan gelar Prabu Siliwangi.
Kerajaan ini dikenal dengan sistem pemerintahan yang terstruktur, kemakmuran ekonomi berbasis pertanian dan perdagangan, serta kekayaan budaya dan kesenian Sunda. Dalam artikel ini, kita akan menelusuri sejarah berdirinya Kerajaan Padjadjaran, masa-masa kejayaannya, hingga peninggalan dan warisan budayanya yang masih dapat kita saksikan hingga saat ini.
Kerajaan Padjadjaran didirikan sekitar tahun 1333 Masehi oleh Raden Jaya Dewata atau yang lebih dikenal dengan gelar Prabu Maharaja Lingga Buana. Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Sunda sebelumnya. Nama "Padjadjaran" berasal dari kata "Pa-jajar-an" yang berarti "tempat yang berderet" atau "tempat yang sejajar", merujuk pada formasi pegunungan yang berjajar di sekitar lokasi kerajaan tersebut.
"Lingga Bwana ilang musna tan kaetung. Jaya Dewata raksa na nagara. Sang Mantri nu dinasti Sunda kakasih Prabu Maharaja."— Naskah Carita Parahyangan
Pusat pemerintahan Kerajaan Padjadjaran diperkirakan berada di wilayah Pakuan, yang sekarang menjadi kota Bogor. Catatan sejarah dari berbagai sumber seperti Naskah Carita Parahyangan, Bujangga Manik, dan catatan perjalanan bangsa Portugis mengungkapkan bahwa wilayah kekuasaan Padjadjaran meliputi hampir seluruh Jawa Barat, dari Banten di barat hingga Cirebon di timur, dengan daerah kekuasaan yang berbatasan langsung dengan Kerajaan Majapahit.
Kerajaan Padjadjaran mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi yang memerintah dari tahun 1482 hingga 1521. Pada masa ini, Padjadjaran menjadi pusat perdagangan yang makmur berkat posisinya yang strategis di Pulau Jawa. Pelabuhan-pelabuhan penting seperti Sunda Kelapa (Jakarta sekarang), Banten, dan Cirebon menjadi pintu gerbang perdagangan dengan pedagang asing dari berbagai negeri.
Kerajaan Padjadjaran pernah menjalin hubungan diplomatik dengan Kerajaan Portugal. Hal ini dibuktikan dengan perjanjian antara Padjadjaran dan Portugal pada tahun 1522, yang diabadikan dalam Prasasti Padrao. Perjanjian ini membolehkan Portugal untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa, meski akhirnya tidak terealisasi karena kedatangan pasukan Demak yang menaklukkan Sunda Kelapa.
Sistem pemerintahan Kerajaan Padjadjaran terbilang maju untuk zamannya. Raja didampingi oleh dewan penasehat yang terdiri dari para petinggi kerajaan dan pemuka agama. Wilayah kekuasaan dibagi menjadi beberapa provinsi yang dipimpin oleh para bangsawan yang masih memiliki hubungan darah dengan keluarga kerajaan. Struktur pemerintahan yang terorganisir ini membantu Padjadjaran untuk mengelola wilayah kekuasaannya yang luas.
Meskipun Kerajaan Padjadjaran telah runtuh sejak abad ke-16, peninggalan dan warisan budayanya masih dapat kita temui hingga saat ini. Berbagai bukti arkeologis, karya sastra, dan tradisi lisan menjadi saksi kebesaran kerajaan ini di masa lalu.
Salah satu peninggalan penting Kerajaan Padjadjaran adalah Prasasti Batutulis yang berada di Bogor. Prasasti ini berisi catatan tentang pembangunan saluran irigasi oleh Prabu Siliwangi. Selain itu, terdapat juga situs-situs arkeologis seperti Situs Batu Kujang di Ciampea, Bogor, dan berbagai peninggalan di kawasan Gunung Padang, Cianjur, yang diduga merupakan bagian dari kompleks keagamaan Kerajaan Padjadjaran.
Dalam bidang sastra dan budaya, Kerajaan Padjadjaran meninggalkan berbagai naskah penting seperti Carita Parahyangan, Bujangga Manik, dan berbagai pantun Sunda yang mengisahkan kehidupan dan kejayaan kerajaan ini. Tradisi seni seperti wayang golek, tari topeng, dan berbagai kesenian Sunda lainnya juga berkembang pesat selama era Padjadjaran dan terus dilestarikan hingga saat ini.
Kerajaan Padjadjaran merupakan salah satu entitas politik penting dalam sejarah Nusantara. Dengan wilayah kekuasaan yang luas, sistem pemerintahan yang terstruktur, dan pencapaian budaya yang tinggi, kerajaan ini menjadi lambang kejayaan peradaban Sunda di masa lalu. Meskipun akhirnya runtuh akibat tekanan politik dan penyebaran agama Islam, warisan Kerajaan Padjadjaran tetap hidup dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Sunda modern.
Studi tentang Kerajaan Padjadjaran tidak hanya penting untuk memahami sejarah Jawa Barat secara khusus dan Indonesia secara umum, tetapi juga memberikan pemahaman tentang kompleksitas peradaban Nusantara sebelum era kolonial. Penelitian dan pelestarian bukti-bukti arkeologis, naskah-naskah kuno, dan tradisi lisan yang berkaitan dengan Padjadjaran perlu terus dilakukan untuk mempertahankan warisan budaya yang berharga ini bagi generasi mendatang.
Prof. DR. Al-habib Husein Abdulhadi Sulaeman. NS. A. M,Pd adalah seorang sejarawan dan budayawan Sunda. Beliau telah melakukan penelitian mendalam tentang sejarah Kerajaan Pajajaran dan legenda-legenda Prabu Siliwangi selama lebih dari 20 tahun. Sebagai dosen di Universitas Padjadjaran, beliau aktif mempublikasikan karya-karya ilmiah tentang budaya dan sejarah Sunda.